Saturday 30 August 2014

PADA KONFLIK ITU (part 1)

Tahun 2001. Aceh masi menjalani masa konflik berkepanjangan, peperangan, saling bunuh, dan aniaya terjadi di mana mana. Waktu itu Saya duduk di bangku kelas dua SD. Di umur yang masi delapan tahun, suara tembakan sudah akrab di telinga. Mendengar kabar ada yang mati terkena peluru nyasar sudah biasa. Memang, suasana kampong pada waktu itu sangat mencekam. Kabar kematian dan pembantaian hilir mudik ditelinga. 

Di sekolah kami tidak terlalu lama belajar, masuk jam setengah delapan, pulang jam setengah sepuluh. Guru selalu berpesan agar kami langsung pulang kerumah “ jangan main-main lagi, langsung pulang,” begitu setiap harinya. Waktu itu Saya belum paham apa terjadi. Yang Saya ingat ketika suara tembakan terdengar, kami harus segara tiarap, terlebih ibu, ia begitu siap dan sigap mengajak ku bertiarap di bawah kolong tempat tidur. Kadang Saya tertawa kami seperti dalam permainan perang, Namun tawa ku tertahan ketika pipi ibu ku basah. Suara tembakan bisa hadir kapan saja dan di mana saja, tidak mengenal waktu dan tempat. kadang peluru yang keluar tidak hinggap pada sasaran namun menyarang pada siapa pun yang yang sudah tertakdir. Pernah tembakan terjadi sore hari ketika Saya dan teman-teman bermain di tanah lapang. Suaranya begitu dekat mungkin sekitar seratus meter dari lapangan. Saling berbalas beberapa kali. Ibu-ibu yang tadinya asik mengobrol di bale sontak berlari ketanah lapang menjemput anaknya. Pontang panting mereka berlari beberapa diantaranya memakai sarung hingga tersungkur karena kesulitan berlari. kemudian memasuki rumah masing-masing untuk tiarap.

Malam hari di kampong sepi. Hanya terdengar lantunan Alquran di beberapa rumah. Lagi pula masa itu listrik sering mati kadang sampai seminggu tidak menyala.Hanya meunasah (mushala) dan beberapa tetangga yang kaya yang mempuyai genset. Terkadang ibu-ibu juga sering berkumpul disatu rumah yang mempuyai genset untuk keperluan menonton sinetron.

Setiap malam di kampong kami ada ronda malam, wajib untuk laki- laki yang sudah berusia 17 tahun ke atas. Ini diadakan untuk menjaga keamanan kampong. Tiap regunya berjumlah sepuluh orang. Dengan 1 ketua regu. Untuk konsumsi para ronda malam disediakan oleh ibu-ibu. Jadwal penyediaan konsumsi juga sudah diatur geuchik (kepala desa). Setiap malamnya ada 2 KK (kepala keluarga) yang menyediakan makanan. 

Kegiatan peronda malam adalah mengelilingi kampong, menjaga jangan sampai ada kerusuhan, penculikan dan sebagainya. Biasanya mereka mengelilingi kampong sekitar jam satu atau dua malam, sambil mengetuk pentungan yang terbuat dari bambu. Setiap ketukan menandakan jam , jika satu kali ketuk menandakan jam satu jika dua maka jam dua dan seterusnya.

Di dekat pos jaga malam terdapat kede kopi, (kadai kopi) di sana biasanya para peronda dan bapak-bapak lainnya bercengkrama, kadang mereka menonton bola sambil bersorak gembira jika timnya menang , atau berteriak mencaci maki jika timnya kalah. Disana juga di sediakan permainan tusot (sejenis permainan biliar) , batu domino , cabang, catur dan kartu. Tak jarang permainan ini dijadikan media berjudi. Untuk bermain kartu atau batu biasanya mereka bermain di belakang kede, berteman gepul asap rokok dan lampu remang-remang, ini sengaja di lakukan agar tidak ketahuan sama tuhapuet, tuhalapan (orang tua kampung) atau tokoh agama di kampong. Larangan berjudi di kampong itu sudah beberapa kali diperbincangkan dalam rapat desa. Geuchik juga sudah sering mengeluarkan peringatan namun, agaknya judi menjadi candu. Peraturan tinggalah peraturan. Pernah suatu ketika, ada seorang ibu marah-marah menghampiri suaminya yang sedang asyik bermain 
kartu. Dengan mengendong anaknya di sebelah kanan dan tangan satunya lagi mengengam kayu, setengah berlari ia mendekati suaminya “ mangat that kah kamaen judi eu, ka jok peng harem keu aneuk tanyo, kayak woe kedeuh !!” (“enak-enakan kamu bermain judi, kamu kasi rezeki haram untuk anak kita ,pulang sana !!) begitu kiranya serapah sang ibu. 

Jika sudah pagi segala alat permainan tersebut di sembunyikan hanya tersisa catur dan cabang, terkadang teman-teman saya ikut memainkannya, dengan perjanjian siapa yang kalah wajahnya akan di lumuri tepung. Atau sekedar bertaruh push up dan skot jam.

No comments:

Post a Comment

Blogger templates